Kitab Tanbihul Mughtarin karya Imam Abdul Wahhab Asy-Sya’rani merupakan salah satu karya penting dalam khazanah ilmu tasawuf dan akhlak. Kitab ini disusun bukan hanya sebagai catatan ilmiah, tetapi sebagai bentuk keprihatinan dan nasihat kepada umat Islam yang mulai tertipu oleh gemerlap dunia dan melupakan hakikat agama.
Imam Asy-Sya’rani menegaskan bahwa kitab ini tidak ia tulis berdasarkan kutipan dari kitab-kitab ulama sebelumnya semata. Sebaliknya, isi kitab ini merupakan hasil istinbat atau penggalian dari Al-Qur’an, hadis, dan pengamatan langsung terhadap kondisi masyarakat dan murid-muridnya di zamannya.
Beliau berkata:
“Tidak ada satu pun akhlak yang aku sebut dalam kitab ini kecuali karena ada sebab nyata yang aku alami atau aku lihat dari para sahabatku.”
Dengan kerendahan hati, beliau juga menyatakan bahwa jika ada kekeliruan dalam tulisannya, ia sangat terbuka untuk dikoreksi oleh siapa saja demi kebaikan bersama.
Kitab yang Lahir dari Realita Umat
Kitab Tanbihul Mughtarin lahir dari keprihatinan mendalam atas merosotnya kualitas akhlak umat Islam setelah wafatnya para ulama besar dan wali-wali Allah. Imam Asy-Sya’rani menyebutkan bahwa dirinya sempat belajar kepada lebih dari 100 orang alim di zamannya, yang semuanya adalah pribadi zuhud, wara’, dan sangat takut kepada Allah.
Para ulama tersebut tidak mencari popularitas, tidak mengejar kemewahan, dan tidak bergantung kepada harta para penguasa. Bahkan ketika mereka dalam keadaan lapar, mereka lebih memilih menahan diri daripada menerima harta yang tidak jelas kehalalannya. Mereka juga tidak tinggal di rumah-rumah mewah, tidak memakai pakaian mahal, dan tidak hidup dengan fasilitas berlebihan — kecuali jika hal itu diperoleh dari sumber yang benar-benar halal dan bersih.
Sikap mereka terhadap jabatan dan pemberian dari penguasa sangat tegas. Mereka menolak semua bentuk gaji dan bantuan dari pemerintah, karena merasa bahwa mereka belum memberikan kontribusi langsung kepada umat sebagaimana tentara dan para penegak syariat. Bagi mereka, menerima harta negara tanpa kontribusi nyata adalah bentuk ketertipuan terhadap agama.
Teladan Akhlak dan Ilmu yang Ikhlas
Salah satu pelajaran penting dari kitab ini adalah bahwa setiap orang yang menulis atau menyampaikan ilmu harus siap menerima kritik dan saran. Imam Asy-Sya’rani mencontohkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa tulisannya adalah hasil pikirannya sendiri, sehingga sangat mungkin terjadi kekurangan atau kesalahan.
Beliau menyebut bahwa kitab ini bukan seperti karya ulama yang hanya menyusun kutipan para pendahulu, yang biasanya lebih jarang dikritisi. Sebaliknya, karya yang lahir dari pengamatan langsung dan istinbat pribadi lebih rentan terhadap perbedaan pendapat, sehingga sangat wajar jika seorang alim mempersilakan siapa saja untuk mengoreksi atau menambahkan penjelasan.
Inilah bentuk kerendahan hati seorang ulama sejati, yang tidak merasa paling benar, namun selalu terbuka terhadap masukan demi menjaga kemurnian ilmu.
Semangat yang dibawa oleh Tanbihul Mughtarin sangat relevan untuk dunia pendidikan saat ini, khususnya dalam membentuk karakter pelajar yang kuat dan berakhlak. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh godaan, penting bagi siswa untuk mengenal kembali nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan tanggung jawab dalam belajar.
Di lingkungan sekolah Pesantren Azzikra Depok, kitab ini dapat menjadi rujukan penting dalam pendidikan akhlak dan pembinaan kepribadian Islami. Guru dan siswa bisa bersama-sama menggali pelajaran dari kehidupan para ulama terdahulu, yang rela menahan lapar demi menjaga kehormatan ilmu, menolak dunia demi keikhlasan hati, dan tidak pernah merasa cukup dalam ibadah dan pengabdian.Sebagaimana Umar bin Khattab dan Imam Abu Hanifah pernah berkata, bahwa setiap pendapat mereka bisa saja benar dan bisa pula salah, Imam Asy-Sa’rani juga mengajarkan kepada kita pentingnya kerendahan hati dalam ilmu dan kesadaran akan keterbatasan manusia.
semoga semangat ini terus hidup di dalam hati para pendidik dan siswa, dan njadi fondasi kuat bagi generasi Muslim yang cerdas, berakhlak, dan bertanggung jawab didunia dan akhirat.
Oleh : Ukhti Dhau Mafaza Kamilah Yusufi Azzah
( Alumni Pondok Pesantren Azzikra Depok )
Editor : Ustadzah Fatimah Azzahra
( Guru Halaqoh Al’Quran Pesantren Azzikra )




