Keteladanan Zuhud Para Ulama dan Ahli Tasawuf

Keteladanan Zuhud Para Ulama dan Ahli Tasawuf

Dalam sejarah Islam, para ulama dan ahli tasawuf terdahulu dikenal bukan hanya karena kedalaman ilmu dan ketekunan ibadahnya, tetapi juga karena kemuliaan akhlak serta kezuhudan mereka terhadap dunia. Mereka tidak sekadar berbicara tentang zuhud, tetapi benar-benar hidup dalam kesederhanaan, menjauhkan diri dari kemewahan, dan menjaga hati agar tidak terikat oleh dunia yang fana.

Seperti yang diceritakan dalam kitab Kas al-Mubin lima Indaras min Akhlaq al-Qawm, para ulama dan syekh besar pada abad kesepuluh Hijriah seperti Sayyid Ali al-Marsafi, Sayyid Muhammad al-Syanawi, Sayyid Muhammad bin Dawud, Sayyid Abu Bakr al-Hadidi, Sayyid Abdul Halim bin Muslih, Sayyid Abu al-Sa’ud al-Jarhi, Sayyid Taj al-Din al-Dzakir, Sayyid Muhammad bin ‘Inan, dan Sayyid Ali al-Khawash merupakan teladan dalam kezuhudan dan wara’. Mereka menjauhkan diri dari harta para penguasa dan menolak segala pemberian duniawi, meski dalam keadaan sempit. Mereka lebih memilih menahan lapar dan hidup dalam kesederhanaan daripada menerima sesuatu yang berpotensi mencemari keikhlasan amal mereka.

Salah satu kisah mengharukan datang dari Syekh Aminuddin al-Ghamri dan Syekh Muhammad al-Maghribi, guru dari Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Dikisahkan, ketika Sultan Qaytbay datang menjenguknya, sang syekh sedang makan roti kering yang direndam dalam air. Sultan menawarkan seribu dinar, namun sang syekh menolak dengan tegas dan berkata, “Aku tidak membutuhkannya.” Lalu beliau melantunkan bait indah:

“Cukuplah bagimu sepotong roti dan seteguk air,
tidak perlu kain sutra atau kemewahan dunia.
Katakan pada akalmu, para raja dunia telah pergi — dengan apa mereka berbangga?”

Sultan pun tersentuh dan meneteskan air mata, lalu membawa kembali dinar itu tanpa diterima sang syekh. Kisah ini mencerminkan bagaimana para ulama terdahulu menempatkan kehormatan dan keikhlasan di atas segala bentuk kenikmatan duniawi.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

“تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ”
“Kalian menginginkan perhiasan dunia, sedangkan Allah menghendaki akhirat untuk kalian.” (QS. Al-Anfal: 67)

Ayat ini menjadi cermin bagi orang-orang berilmu agar tidak tertipu oleh gemerlap dunia, melainkan menatap tujuan sejati — keridhaan Allah di akhirat.

Sayangnya, keadaan ini sangat berbeda dengan sebagian orang yang mengaku mengikuti jalan para sufi di zaman sekarang. Sebagian justru menempuh perjalanan jauh demi mencari kedudukan, fasilitas, atau bantuan dari penguasa, bahkan meminta agar diaturkan gaji dari baitul mal. Padahal para salafus shalih justru menolak semua itu, karena mereka memahami bahwa harta negara seharusnya digunakan untuk kemaslahatan umat dan pertahanan agama, bukan untuk kepentingan pribadi.

Seorang ulama besar pernah menasihati, “Zuhud bukan berarti tidak memiliki harta, tetapi hati yang tidak tergantung padanya.” Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata, “Zuhud terhadap dunia bukan berarti engkau tidak memiliki apa-apa, tetapi engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu sendiri.”

Dari kisah para syekh tersebut, kita belajar bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada banyaknya harta atau tinggi jabatan, melainkan pada kebersihan hati dan keikhlasan amal. Mereka hidup sederhana bukan karena tidak mampu, melainkan karena memilih jalan yang lebih dekat dengan ridha Allah.

Di tengah dunia yang semakin materialistik, kisah para ulama zuhud ini menjadi pengingat bagi kita semua — khususnya bagi para penuntut ilmu dan pejuang dakwah — agar menjaga hati dari ketergantungan pada dunia. Seorang murid sejati seharusnya meninggalkan segala bentuk ketamakan dan menyerahkan urusan rezekinya kepada Allah, sebagaimana nasihat para sufi terdahulu,

“Awal langkah dalam jalan menuju Allah adalah melepaskan dunia dari hatimu.”

Semoga Allah menanamkan dalam diri kita semangat zuhud yang sejati, menjauhkan kita dari ketamakan, serta mengaruniakan keberkahan ilmu dan amal yang bersih dari riya’ dan pamrih duniawi.

Oleh : Ukhti Natasya Salsabila

(Alumni Pondok Pesantren Az Zikra Depok)

Editor : Ustadzah Indah Khoirunnisa

(Guru Diniyah Pondok Pesantren Az Zikra Depok)

Ukhti Natasya Salsabila
Ukhti Natasya Salsabila

Alumni Pesantren Azzikra Depok Tahun 2025 | Mengabdi di Pesantren Yatama & Dhuafa Azzikra Depok Tahun 2025-2026

Related Posts
Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *