تأمل في أية الصيام
Tidak terasa kita telah memasuki bulan Ramadhan bulan yang telah Allah syariatkan kepada Nabi Muhammad saw pada tahun ke 2 hijrah dengan turunnya surat al Baqarah
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ [البقرة: 185]
Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu melihat datangnya bulan (Ramadhan) maka berpuasalah”.
Bahkan dari ayat tersebut kita dapat merenungi kenapa dalam lafadz diperintahkan puasa Ramadhan menggunakan dengan lafadz kutiba (diwajibkan) tidak seperti lafadz yang lain Ketika Allah memerintahkan shalat, zakat bahkan bukan hanya pada perintah puasa, bahkan perintah perang, perintah qishash itu semua menggunakan lafadz kutiba
كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦ [البقرة: 216]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ [البقرة: 178]
Sehingga ada Pelajaran penting dari penggunaan lafadz tersebut jika kita perhatikan karena didalam lafadz mengandung beratnya syariat Ketika dijalankan
Dalam ayat perang yang berbunyi: wahai orang yang beriman bahwa telah diwajibkan bagi kamu berperang yang mana itu sesuatu yang tidak disukai. Hingga ayat tersebut menjadi sangat berat bagi seorang yang dihatinya mencintai dunia.
Ayat selanjutnya yaitu ayat qishas yang berbunyi: wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaas berkenaan dengan orang yang dibunuh.
Ayat ini pula menjadi berat bagi yang ingin menegakan ayat qishaas terkhusus dinegeri Indonesia ini yang begitu sulit serta jika kita mengatakan tentang ayat qishaas kita selalu dituduh dengan macam perkataan padahal, di syariatkan nya qishaas menjadi asas keadilan dalam bermuamalah sesama manusia.
Dan imam al ghazali telah mencatat dalam kitabnya ihya ulumuddin bahwa orang berpuasa memiliki beberapa kriteria sebagai mana kutipan beliau dibawah ini:
اعْلَمْ أَنَّ الصَّوْمَ ثَلَاثُ دَرَجَاتٍ صَوْمُ الْعُمُومِ وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص
Ketahuilah bahwa puasa memiliki 3 tingkatan: puasa pada umumnya, puasa bagi orang khusus, dan puasa orang yang sangat khusus.
وأما صَوْمُ الْعُمُومِ فَهُوَ كَفُّ الْبَطْنِ وَالْفَرْجِ عَنْ قضاء الشهوة كما سبق تفصيله
Adapun puasa pada umumnya yaitu hanya sekedar menahan perut serta menahan kemaluan dari memenuhi kemauan syahwat.
وَأَمَّا صَوْمُ الْخُصُوصِ فَهُوَ كَفُّ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَاللِّسَانِ وَالْيَدِ وَالرِّجْلِ وَسَائِرِ الْجَوَارِحِ عَنِ الْآثَامِ
Lalu puasa orang yang khusus yaitu ia menahan pendengaran serta mata, lisan, kedua tangan, kedua kaki serta seluruh anggota badannya dari dosa.
وما صوم خصوص الخصوص فصوم القلب عن الهضم الدَّنِيَّةِ وَالْأَفْكَارِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَكَفُّهُ عَمَّا سِوَى اللَّهِ عز وجل بالكلية ويحصل الفطر في هذا الصوم بالفكر فيما سوى الله عز وجل واليوم الآخر
Dan puasa orang yang sangat khusus itu ia berpuasa hati dari yang mendekati kehinaan serta memikirkan sifat duniawi serta memikirkan selain Allah swt secara menyeluruh.
Dengan penjelasan serta susunan yang dibuat oleh al imam Ghazali untuk kita selalu mengingat diri kita serta menjadi tempat muhasabah dalam diri kita, apakah puasa kita hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus? Dan Nabi shalaallhu alaihi wa aalihi wa salam telah menyindir dalam sabdanya sebagaimana diriwayatkan oleh al imam ahmad dalam musnadnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وسَلَّمَ: ” كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Dari sahabat abu huroiroh ra berkata Rosulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa salam: “ berapa banyak dari orang yang berpuasa tidak mendapat (pahala) dari puasa melainkan hanya menahan rasa lapar”
Maka dari itu, teruslah kita istiqomah dalam menjalankan ketaatan apapun pada bulan puasa ini terkhusus kita memperbanyak membaca serta mengkhatamkan bahkan mentadaburi Al qur’an agar senantiasa kita mendapatkan derajat disisi Allah sebagai orang yang bertaqwa.
Semoga Allah menerima serta mengabulkan amal ibadah kita di bulan yang suci ini dan semoga Allah memudahkan kita semua dalam menjalankan ibadah tersebut. Aamiin ya rabbal alamin.
Oleh : Ust. Yazid Husnul Muafa
(Lulusan Daarul Hadits Yaman asuhan Prof.dr Habib Alwi bin Hamid bin Muhammad bin Shihabuddin – Dewan guru Pesantren Yatama & Azzikra)




